Sukses

Solar Langka, Ternyata ini Biang Keladinya

Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi menurunkan kuota tahun 2022 dibanding kuota tahun 2021.

Liputan6.com, Surabaya - Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menyatakan biang masalah kelangkaan bahan bakar jenis Solar Subsidi di Indonesia karena penetapan kuota yang dibuat BPH Migas salah.

"BPH Migas tidak memperhitungan kenaikan belanja konsumsi masyarakat, serta peningkatan aktivitas ekonomi masyarakat di tahun 2022. Bahkan tidak menghitung mudik dan balik Lebaran di akhir April dan awal Mei 2022," katanya dalam keterangan tertulis, Jumat (1/4/2022).

Faktanya, lanjut Senator asal Jawa Timur itu, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi itu malah menurunkan kuota tahun 2022 dibanding kuota tahun 2021.

"Ini kan aneh. Dirut Pertamina sudah sampaikan, kuota turun 5 persen dari kuota tahun 2021. Sementara ada kenaikan permintaan aktivitas logistik di tahun 2022," ujarnya.

Kelangkaan solar subsidi yang juga terjadi di Jawa Timur juga menjadi perhatian LaNyalla. Menurutnya, Gubernur Khofifah sampai membuat surat kepada Kepala BPH Migas di Jakarta, untuk meminta tambahan kuota Solar Subsidi untuk Jatim.

Pada 2021 mendapat kuota solar subsidi 2.352.388 kilo liter. Tapi 2022 diberi jatah 2.281.581 kilo liter. Karena itu gubernur Jatim minta tambahan kuota 306.045 kilo liter.

"Dan ini diberlakukan nasional. Diturunkan," ungkapnya.

 

 

Saksikan juga video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Permintaan Naik

Dikatakan LaNyalla, mekanisme penetapan kuota Solar Subsidi oleh BPH memang salah satunya mempertimbangkan kemampuan keuangan negara. Selain berdasarkan realisasi tahun sebelumnya. Tetapi juga memperhatikan usulan kebutuhan dari pemda.

"Saya tidak tahu, mengapa kuota Solar Subsidi malah diturunkan di saat Pandemi mulai declined. Apakah karena pemerintah tidak punya kemampuan anggaran? Ini yang belum terungkap. Alasan menurunkan kuota di tahun 2022," imbuhnya.

Untuk itu, LaNyalla meminta Komite II DPD RI untuk memanggil BPH Migas agar menjelaskan alasan apa mereka menetapkan kuota Solar Subdisi tahun 2022 lebih sedikit dari tahun 2021.

Soal spekulasi adanya kebocoran Solar Subsidi ke industri sebenarnya tidak signifikan. Karena dari total dari kebutuhan nasional Solar, kebutuhan industri hanya di kisaran 2 persen. Sisanya 98 persen tersalurkan ke SPBU.

Seperti diberitakan sebelumnya, Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati mengungkapkan penyebab kelangkaan Solar Subsidi di sejumlah daerah akibat permintaan yang naik, sementara kuota tahun ini lebih rendah dari tahun sebelumnya.

Menurut Nicke, terdapat kenaikan permintaan 10 persen karena meningkatnya aktivitas logistik. Namun, kuota solar lebih rendah 5 persen dibanding tahun 2021.

Nicke mengatakan, tahun ini kuota solar ditetapkan sebesar 14,09 juta kilo liter, namun dirinya memprediksi permintaan sebesar 16 juta kilo liter.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.