Sukses

BPBD Pamekasan Belajar Ubah Air Hujan jadi Air Minum, Untuk Apa?

Sedikitnya ada 263 dusun yang tersebar di 73 desa mengalami kekeringan dan kekurangan air bersih saat musim kemarau, sedangkan saat musim hujan, wilayah itu sering dilanda banjir.

Liputan6.com, Pamekasan - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pemkab Pamekasan, Jawa Timur, belajar tentang pemanfaatan air hujan menjadi air layak konsumsi ke Komunitas Banyu Bening di Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal itu dilakukan sebagai upaya untuk mengatasi kasus kekeringan dan kekurangan air bersih saat kemarau.

"Ini penting, mengingat saat kemarau banyak warga desa yang kekurangan air bersih, akan tetapi saat musim hujan, justru sering terjadi banjir," kata Supervisor Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana (Pusdalops-PB) BPBD Pamekasan Budi Cahyono di Pamekasan, Kamis (24/3/2022).

Ia menjelaskan, di Kabupaten Pamekasan sedikitnya ada 263 dusun yang tersebar di 73 desa mengalami kekeringan dan kekurangan air bersih saat musim kemarau, sedangkan saat musim hujan, wilayah itu sering dilanda banjir.

Karena itu, tim BPBD Pemkab Pamekasan perlu mempelajari teknik pengolahan mengurai air hujan menjadi air minum, sehingga air hujan bisa ditampung warga dan dimanfaatkan untuk kebutuhan konsumsi.

"Salah satu daerah yang telah dikenal sukses mengolah air hujan menjadi air minum adalah di Sleman, Yogyakarta," katanya.

Oleh sebab itu, sambung Budi, tim BPBD bersama perwakilan Forum Relawan Penanggulangan Bencana (FRPB) Pamekasan mengutus perwakilan untuk belajar teknik pengolahan dari air hujan menjadi air minum tersebut.

Ia menuturkan ada komunitas bernama Banyu Bening di Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta, yang mengolah air hujan menjadi air konsumsi. Air hujan yang telah ditampung diolah menggunakan alat elektrolis yang dapat memisahkan antara air basa dan air asam.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Air Hujan Tidak Baik untuk Tubuh?

Menurut dia, meski hingga kini sebagian orang menganggap air hujan tidak baik untuk tubuh, namun bagi Komunitas Banyu Bening, air hujan justru bisa dimanfaatkan dan dikonsumsi. Bahkan Komunitas tersebut juga tak berhenti terus mengampanyekan segi positif air hujan yang selama ini terbuang sia sia.

Pengolahan air hujan diawali dari masa panen air hujan, yakni saat hujan turun, air hujan paling baik, yakni sekitar 15 menit setelah turunnya hujan di mana polutan, seperti debu, logam dan asap kendaraan dan pabrik sudah mengendap dan larut.

Air hujan yang ditampung kemudian diolah dengan alat elektrolis yang memisahkan air dengan sifat basa ataupun air asam, yakni sistem setrum listrik dengan menggunakan titanium.

Proses eletrolika ini, kata Budi, membutuhkan waktu kurang lebih satu jam dan setelah itu air tersebut sudah siap minum dengan rasa lebih segar dan manis dari biasanya.

"Dari sisi ekonomi, memang sangat ekonomis dan ini bisa diterapkan di Pamekasan," kata Budi.

Komunitas Banyu Bening ini merupakan kelompok masyarakat yang ada di Sleman dan saat ini telah membentuk lembaga yang diberi nama Sekolah Air Hujan Banyu Bening.

"BPBD Pamekasan mengirim perwakilan untuk belajar di sana selama tiga hari, dengan harapan nantinya bisa diterapkan di Pamekasan ini, sehingga kasus tahunan yang biasa terjadi saat kemarau, yakni kekurangan air bersih, bisa diatasi," kata Budi Cahyono.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.