Sukses

Hikayat Klenteng Tertua di Surabaya, Tempat Istirahat Awak Kapal Dari Tiongkok

Ada beberapa saudagar kaya yang tergabung dalam perkumpulan Hok Kian Kong Tik Soe merasa iba melihat kondisi awak kapal berisitirahat

Liputan6.com, Jakarta Beragam pengalaman menarik akan dirasakan para masyarakat yang datang ke Surabaya. Mulai dari wisata kuliner, bangunan bersejarah maupun berkunjung ke beberapa wilayah menarik di Surabaya.

Kota Pahlawan Surabaya ini memiliki ragam potensi untuk menikmati wisata religi. Salah satunya berkunjung ke Klenteng Hok An Kiong yang berada di Jalan Coklat Pabean Surabaya.

Sebagai kawasan metropolitan, Surabaya menjadi salah satu kota multi kultural. Diketahui, Klenteng Hok An Kion Surabaya ini memiliki cerita yang bernilai sejarah.

Dari informasi yang dihimpun, klenteng ini merupakan salah satu tempat ibadah umat Tionghoa tertua yang ada di Surabaya. Diketahui, Klenteng Hok An Kiong berdiri sekitar tahun 1830 an.

Bahkan, sebelumnya kelenteng ini disebut juga sebagai kelenteng coklat olah sebagian masyarakat. Disebut Klenteng Coklat karena lokasinya berada di Jalan Coklat.

Bangunan yang berada di Jalan Coklat, Pabean, Surabaya ini pada awalnya merupakan kawasan pelabuhan. Kapal-kapal saudagar dari Tiongkok, China sering mampir ke daerah Pabean yang kini sudah menjadi Pasar Ikan.

Seiring bertambahnya kapal-kapal saudagar Tiongkok yang bersandar di Kalimas dekat Pabean dan Slompretan. Membuat ratusan awak kapal kadang- kadang beristirahat di daerah itu.

Ada beberapa saudagar kaya yang tergabung dalam perkumpulan Hok Kian Kong Tik Soe. Para saudagar tersebut merasa iba melihat awak kapal yang beristirahat di sana.

Dari rasa ibanya itu, muncul ide dari perkumpulan saudagar tersebut untuk mendirikan tempat ibadah. Tempat ibadah tersebut dibangun sekaligus menjadi tempat beristirahat untuk awak kapal.

Maka, jadilah bangunan Kelenteng Hok An Kiong. Interior di kelenteng ini didesain dengan gaya budaya Fujian.

Klenteng ini pada mulanya hanya terdiri dari halaman depan untuk ibadah kepada Tuhan. Serta ruang altar utama hanya kepada Dewi Mahcoh Po.

Bangunan itu kini sudah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya oleh Pemerintah Kota Surabaya berdasarkan SK Wali Kota Surabaya No.188.45/258/436.1.2/2012.

Saksikan video pilihan berikut ini

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.